Rabu, 26 Juni 2019

ILMU BUDAYA DASAR





BAB 7
KESUSASTRAAN


Sastra , perubahan social, dan problem problem di sekitarnya.
            Dengan menyalurkan Julia Kristeva (1976), Umar Junus lebih jauh lagi meenjelaskan bahwa novel Eropa lebih menggunakan tanda (signe) dari pada lambing (symbol). Tanda lebih nyata daripada lambing. Dan novel Indonesia juga berkembang dari lambing ke tanda, karena kita semakin berhadapan dengan suatu yang nyata yang berhubungan langsung dengan penulisannya. Asumsi itu jelas memperkuat perkiraan bahwa sastra semakin dengan persoalan hidup manusia kebanyakan, dan karenanya kemungkinan untuk memberi pengaruh semakin besar.
            Untuk menjawab pertanyaan a[pakah sastra mempengaruhi perubahan social, jelas di perlukan pertanyaan lebih lanjut: apa yang di maksud denan perubahan social, apa yang dimaksud dengan pengaruh?
            Jika yang dimaksud dengan perubahan social adalah seperti konsep yang di ajukan kalangan sosiologi, sastra tidaklah untuk secara langsung melakukan pembangunan. Dalam konteks ini benarlah apa yang diyakini oleh ignas kledan, bahwa perubahan social hanya bisa terjadi kalua kita memilih dan berani untuk mengubah realitas social dan bukannya dengan mengotak atik realitas simbolik.
            Namun, apaka yang dimaksuddengan perubahaan yang menyangkut perangkat social belaka? Apakah “pembangunan” sebagai kata lain bagi perubahan social melulu masalah fisik? Kalua yang dimaksud dengan perubahan social adalah seperti itu, yang lebih berperan tentu bidang politik dan eknomi. Tetapi jika kita mengingat bahwa perubahansosial juga menyangkut masalah perubahan nilai, sastra adalah salah satu variable daripadanya.
            Memang tugas sastra tidaklah sampai pada perbaikan perilaku. perilaku ditentukan oleh ekstensi manusianya. Sastra hanyalah memperkuat kecenderungan yang ada, atau sebaliknya manjadi stimulus bagi kemungkinan tindakan anti-kecenderungan. Jadi, pengaruh sastra terhadap diri manusia lebih bersifat psikis ketimbang mengkanis.
            Karya sastra adalah hasil renungan yang mendalam, yang tidak hanya menyampaikan informasi tentang fakta-fakta atau data, melainkan didalamnya tersembunyi varian varian. Sastra dengan keindahan tertntu dapat melembutkan kehidupan yang semakin keras. Ibarat seorang ibu yang menidurkan anaknya. Minimal, kita terus menerus diingatkan bahwa hidup ini bukan sekedar ritual mekanis, melainkan juga ada perselisihan roh, permasalahan jiwa.
            Namun jika kehidupan kita sekarang sedang mengalami masalah perkembangan teknologi, sastra juga mengalami hal yang sama. Seorang sastrawan, sebelum menulis karyanya, tentu saja akan bertanya: bagaimana cara mengatasi perubahan zaman atau mencegah jatuhnya korban berikutnya.
            Dalam hal ini tokoh humanis kita, DR. Soedjatmoko, menulis demikian: … Agama-agama asia memiliki suatu pandangan yang di dalamnya dunia ilmiah lebih merupakan suatu yang berhubungan dengan manusia sebagai bagian darialam dan bukan sebagai makhluk yang memiliki keistimewaan yang berdiri sendiri diliar alam. Disinilah paling kurang terdapat asal kewajiban terhadap ciptaan, yang dapat melakukan sesuatu untuk meluluhkan wajah teknologi modern yang lebih menghancurkan dan ganas terhadap alam.
            Lebih lanjut, Mochtar Lubis mengingatkan bahwa sastra dan sebuah nilai tertentu yang ditawarkan memungkinkan kualitas manusia dalam pembangunan manjadi lebih baik kualitas manusia dalam pembangunan menjadi lebih baik lagi. Dan Prof. Fuad Hassan kembali mengingatkan bahwa zaman renaisans di awali oleh kegiatan karang-mengarang.





BAB 8
PUISI
Yang penting bukan bagus atau buruk
            Setiap kali berjumpa seorang penyair, yang paling seru di bahas adalah membahas puisi karya penyair lainnya atu bahkan puisi-puisi karya A bagus katanya dan aspek lainnya, sedangkan puisi karya B jelek, jelek sekali, bahkan buruk, dan lainnya.
            Kalua kepada penyair yang memberi penilaian itu di ajukan pertanyaan: “dari pandangan apa yang membuat anda sampai mengatakan bahwa puisi tersebut buruk?” jawaban yang akan di berikan akan variatif contohnya “puisinya masih sangat polos, masih sangan eksplesit, belum kompeten…dan seterusnya” masih banyak yang akan di katakana lagi. Namun ketika diberikan contoh bahwa sebagian besar sajak Rendra sangat eksplisit ia lalu tidak akan membicarakannya.
            Memang tidak tepat untuk menilai puisi secara langsung bagus-buruk, sebab cara itu lebih terlihat menilai secara pribadi dan memperlihatkan fanatic terhadap salah satu puisi yang di tulis. Padahal, setiap puisi memiliki tempat dan nilainya sendiri. Dari sudut pandang tertentu, sebuah puisi mungkin tidak memenuhi syarat yang di berikan, tetapin tidak mustahil bahwa puisi itu memperlihatkan banyak keunikkan ketika di cari dari sudut pandang yang lebih luas.
            Penilaian secara langsung bagus-buruh sesungguhnya merupakan suatu kesalahan metodologi yang digunakan. Kalau anda mengukur panjang suatu benda anda harus mengunakkan ukuran meter, sentimeter, dan lainnya. Demikian halnya dengan puisi yang harus dinilai melalui ukuran yang di berikan, sehingga membuat penilaian puisi akan menjadi lebih real atau relavan.
            Maka, penilaian berdasarkan bagus-buruk dalam puisi sebaiknnya tidak di lakukan, sebab akan memboroskan energy dan menimbulkan polemic yang berkepanjangan. Dalam hal ini juga tidak mustahil akan menyebabkan sakit hati kepada sang penulis tersebut yang tidak menguntungkan.
            Setiap puisi mempunyai tempat tersendiri. Yang artinya setiap puisi sesungguhnya di buat dengan tujuan yang telah di tentukan. Dengan demikian, setiap puisi juga memiliki fungsi yang memiliki khasnya. Bukan hanya puisi-puisi yang rumit, tidak jelas, tersirat, dan sejenisnya yang di anggap paling penting. Puisi puisi yang hanya memberikan satu aspek sajadari sekian aspek pun memiliki fungsi tersendiri. Misalnya, sebuah puisi yang hanya memberikan satu aspek saja yaitu aspek keindahan bahasanya, yang mengandalkan ritme. Itu pun memiliki arti penting . jangan langsung di lecehkan begitu saja. Puisi yang memberikan aspek keindahan harus di baca dengan cara menikmati unsur yang diberikan sang penyair. Apresiasi kita terhadap puisi semacam itu bukan dangan menggunakan kerangka pemikiran. Yang kita cari dalam puisi semacam itu bukanlah nilai nilai filsafat nya, bukan juga mencari hubungan dengan sistem kultur kebudayaan tertentu. Puisi juga berhak mendapatkan kenikmatan dari hasil aspek keindahan tersebut.
            Memang sudah sejak lamabanyak kritik puisi menghimbau agar puisi lebih berbicara mengenai filsafat atau psikologi agar puisi lebih berbicara dengan akal atau pemikiran daripada suatu ide belaka. Mereka yang berfikir demikian akan mengasumsikan bahwa puisi , sebagai karya sastra, harus berjalan sesuai dengan perkembangan jaman. Karena perkembangan jaman akan berjalan terhadap pendewasaan ilmu dan rasio.
            Namun, semua itu wajib di kembalikkan kepada proses kreatif sang penyair. Proses pembuatan sajak merupakan pekerjaan yang sangat individu atau pribadi. Tidak seorang pun yang tau proses terbuat sajaknya. Bahkan sang penyair lebih sering menguraikan sajaknya sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONSEP DASAR NEW MEDIA

KONSEP DASAR NEW MEDIA 1.      Definisi New Media New Media(Media Baru) adalah kemunculan atau perubahan sesuatu yang menjadi lebih ...