DEFINISI
PAJAK
Pajak merupakan iuran rakyat kepada
negara berdasarkan Undang Undang dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang
langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
(routine) dan pembangunan. Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan perundang-undangan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang
Undang nomor 28 Tahun 2007, Undang Undang tentang ketentuan Umum dan tata cara
Perpajakan, maka pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yangterutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
menurut Prof.Dr. Rochmat soemitro, SH, pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan Undang Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasatimbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Sedangkan menurut Dr. Soeparman Soemohamijaya, pajak
adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang
dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari definisi definisi
tersebut, masyarakat jelas harus ada bagi timbulnya pajak. Hal tersebut
dapat dimengerti karena pajak diadakan guna memenuhi kebutuhan bersama
(masyarakat) atau kepentingan umum. Sementara itu kepentingan dan kebutuhan
pribadi masing-masing warga dipenuhi bukan dengan uang pajak. Tanpa adanya
masyarakat maka tentu tidak akan ada pajak. Oleh karena itu pajak dapat
dipandang sebagai sebuah peralihan kekayaan dari satu pihak ke pihak
lain, yakni dari rakyat selaku Wajib Pajak kepada pemerintah, maka dengan
sendirinya tentu ada pihak yang melakukan pemungutan atau menerima peralihan
kekayaan itu, dalam hal ini maksudnya adalah pemerintah.
Tugas pemerintah pada prinsipnya
berusaha dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. 0tulah
sebabnya pemerintah harus tampil kedepan dan turut campur tangan, bergerak
aktif dalam bidang kehidupan masyarakat, terutama bidang perekonomian guna
tercapainya kesejahteraan rakyat. Demi berhasilnya usaha ini, negara mencari
pembiayaannya dengan cara menarik pajak. Penarikan atau pemungutan pajak adalah
suatu fungsi yang harus dilaksanakan oleh negara sebagai suatu fungsi esensial.
Tanpa pemungutan pajak sudah bisa dipastikan bahwa keuangan negara akan lumpuh
lebih lebih lagi bagi negara yang sedang membangun seperti Indonesia, atau
negara yang baru bebas dari belenggu kolonialis, pajak merupakan darah
bagi tubuh negara. Dapat disimpulkan, bahwa landasan filosofis pemungutan pajak
didasarkan atas pendekatan “Benefit approach” atau pendekatan manfaat.
Pendekatan ini merupakan dasar fundamental atas dasar filosofis yang
membenarkan negara melakukan pemungutan pajak sebagai pungutan yang dapat
dipaksakan dalam arti mempunyai wewenang dengan kekuatan pemaksa.
FUNGSI PAJAK
Pajak mempunyai peran yang Cukup
besar dalam kehidupan bangsa. Ada beberapa fungsi pajak. Di antaranya
adalah sebagai berikut.
A.
FUNGSI ANGGARAN (BUDGETAIR) :
Fungsi budgetair disebut sebagai
fungsi utama pajak atau fungsi fiskal (fiscal function), yaitu suatu
fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara
optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku.
Fungsi ini disebut fungsi utama karena fungsi inilah yang secara historis
pertama kali timbul. Di sini pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang
terbesar.
B. SEBAGAI ALAT PENGATUR (REGULEREND) :
Fungsi ini mempunyai pengertian
bahwa pajak dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan
tertentu. sebagai contoh, ketika pemerintah berkeinginan untuk melindungi
kepentingan petani dalam negeri, pemerintah dapat menetapkan pajak
tambahan, seperti pajak impor atau bea masuk, atas kegiatan impor komoditas
tertentu.
C.
SEBAGAI ALAT PENJAGA STABILITAS :
Pemerintah dapat menggunakan sarana
perpajakan untuk stabilisasi ekonomi. Sebagian barang-barang impor
dikenakan pajak agar produksi dalam negeri dapat bersaing. Untuk menjaga
stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga agar defisit perdagangan tidak
semakin melebar, pemerintah dapat menetapkan kebijakan pengenaan PPnBM
terhadap impor produk tertentu yang bersifat mewah. Upaya tersebut
dilakukan untuk meredam impor barang mewah yang berkontribusi terhadap
defisit neraca perdagangan.
D.
FUNGSI REDISTRIBUSI PENDAPATAN :
Pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai
pembangunan infrastruktur, seperti jalan raya dan jembatan. Kebutuhan akan dana
itu dapat dipenuhi melalui pajak yang hanya dibebankan kepada mereka yang mampu
membayar pajak. Namun demikian, infrastruktur yang dibangun tadi, dapat juga
dimanfaatkan oleh mereka yang tidak mampu membayar pajak.
CONTOH KASUS PAJAK YANG ADA DI
INDONESIA
1. Kasus
Gayus Tambunan
Gayus Halomoan Partahanan Tambunan atau hanya Gayus Tambunan adalah mantan PNS di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia. Namanya menjadi terkenal ketika Komjen Susno Duadji menyebutkan bahwa Gayus mempunyai uang Rp 25 miliar di rekeningnya plus uang asing senilai 60 miliar dan perhiasan senilai 14 miliar di brankas bank atas nama istrinya dan itu semua dicurigai sebagai harta haram. Dalam perkembangan selanjutnya Gayus sempat melarikan diri ke Singapura beserta anak istrinya sebelum dijemput kembali oleh Satgas Mafia Hukum di Singapura. Kasus Gayus mencoreng reformasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang sudah digulirkan Sri Mulyani dan menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia.
Dalam kasus penggelapan pajak oleh pejabat pajak “ Gayus” tidak ditemukan sama sekali integritas yang tinggi, dalam hal kejujuran pejabat tersebut telah membohongi publik, dengan menggunakan uang yang seharusnya bukan miliknya.
2. Kasus Penunggakan Pembayaran Pajak di Kota Bandung
Pemerintah Kota Bandung lamban dalam menyelesaikan piutang pajak tahun 2011 yang berjumlah sekitar Rp3,8 Miliar. Jika melihat akumulasi dari tahun 2006 hingga 2011, piutang pajak itu mencapai angka Rp 23,4 Miliar.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diterima Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), piutang itu berasal dari sektor perhotelan Rp344 juta, restoran Rp 539 juta, hiburan Rp 72 juta, reklame Rp 469 juta, parkir Rp59 juta, BPHTB Rp2,1 miliar dan air tanah 135juta.
Dinas Pendapatan Daerah juga harus berkoordinasi dengan dinas-dinas yang mengeluarkan izin usaha.Kedepan, untuk menghindari hal itu terulang, sebelum pengusaha menjalankan izin usahanya terlebih dahulu membayar pajak.
3. Kasus Pajak Asian Agri
Asian Agri Group diultimatum Kejaksaan Agung untuk segera melunasi denda kepada negara sebesar Rp 2,5 triliun lebih. Dirjen Pajak Kemenkeu Fuad Rahmany menyebut penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri sebagai kejahatan terstruktur.
Fuad menjelaskan, kasus Asian Agri dimulai dari temuan Ditjen Pajak pada tahun 2007. Setelah temuan itu, Ditjen Pajak melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung dan saling melengkapi berkas sehingga dapat ditempuh langkah penuntutan.
Canggihnya kejahatan penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri terlihat dari keberadaan tim khusus di perusahaan kelapa sawit tersebut yang bertugas merekayasa angka pajak perusahaan.
Ahli hukum pidana, Prof Prof Romli Atmasasmita, mengapresiasi pola penegakan hukum yang dilakukan Dirjen Pajak bekerjasama dengan Kejagung dan Kementerian BUMN. Kementerian BUMN diminta Kejagung untuk melakukan pendampingan penyitaan Asian Agri, agar perusahaan kelapa sawit papan atas itu tetap dapat berlangung meski disita negara.
4. Kasus Wilmar Group
Nama Wilmar Group identik sebagai juragan kepala sawit dan produk turunannya di Indonesia. Sang pendirinya, Martua Sitorus, pun menjadi kaya-raya dari roda usaha 67 perusahaan yang bernaung di bawahnya. Martua tercatat sebagai orang terkaya nomor tujuh di Indonesia menurut majalah Forbes, dengan kekayaan US$ 2 milyar atausekitar Rp 22 trilyun.
Namun nama besar Wilmar Group itu belakangan tercoreng oleh laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Panitia Kerja (Panja) Mafia Perpajakan Komisi III DPR.
Ketua Panja Mafia Perpajakan, Tjatur Sapto Edy, menjelaskan bahwa pihaknya memang meminta PPATK untuk menelusuri transaksi-transaksi di bidang perpajakan yang mencurigakan, termasuk di dalamnya transaksi pajak Wilmar.
Menurut PPATK terdapat ekspor barang yang tidak didukung dokumen valid sekitar Rp 6 trilyun. Selain itu ada pula kejanggalan penyimpanan uang restitusi pajak Wilmar periode 2009-2010. Nilainya Rp 3,5 trilyun, yang dimasukkan ke rekening pinjaman. Seharusnya, restitusi itu dipakai untuk pembayaran. Atas dua temuan itu, PPATK memperkirakan kerugian negara sebesar Rp 600 milyar dan Rp 3,5 trilyun.
Temuan baru PPATK itu menjadi bukti anyar adanya dugaan permainan pajak oleh WNI dan MNA yang sebelumnya diungkap Mohammad Isnaeni, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Besar Dua. Isnaeni mengirim surat bersifat rahasia kepada Direktur Jenderal Pajak tentang kejanggalan pajak WNI dan MNA.
Kasus dugaan permainan pajak Wilmar itu juga sudah sampai ke meja Andi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung. Bersama tim, Andi menelisik dugaan tindak pidana perpajakan itu.
Dari hasil pemeriksaan, tak ditemukan adanya unsur pidana, sehingga pada pertengahan tahun ini, Gedung Bundar mengembalikan berkas dugaan permainan pajak Wilmar itu ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
Pengembalian kasus pajak Wilmar ke Ditjen Pajak itu diiringi isu tak sedap yang memapar Gedung Bundar. Andi Nirwanto diisukan menerima suap Rp 80 milyar dari Wilmar. Jaksa Agung Basrief Arif pun melansir janji untuk memeriksa Jampidsus terkait isu suap tersebut. Dari hasil pemeriksaan internal yang dilakukan, Basrief memastikan tak ada suap untuk Andi.
Gayus Halomoan Partahanan Tambunan atau hanya Gayus Tambunan adalah mantan PNS di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia. Namanya menjadi terkenal ketika Komjen Susno Duadji menyebutkan bahwa Gayus mempunyai uang Rp 25 miliar di rekeningnya plus uang asing senilai 60 miliar dan perhiasan senilai 14 miliar di brankas bank atas nama istrinya dan itu semua dicurigai sebagai harta haram. Dalam perkembangan selanjutnya Gayus sempat melarikan diri ke Singapura beserta anak istrinya sebelum dijemput kembali oleh Satgas Mafia Hukum di Singapura. Kasus Gayus mencoreng reformasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang sudah digulirkan Sri Mulyani dan menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia.
Dalam kasus penggelapan pajak oleh pejabat pajak “ Gayus” tidak ditemukan sama sekali integritas yang tinggi, dalam hal kejujuran pejabat tersebut telah membohongi publik, dengan menggunakan uang yang seharusnya bukan miliknya.
2. Kasus Penunggakan Pembayaran Pajak di Kota Bandung
Pemerintah Kota Bandung lamban dalam menyelesaikan piutang pajak tahun 2011 yang berjumlah sekitar Rp3,8 Miliar. Jika melihat akumulasi dari tahun 2006 hingga 2011, piutang pajak itu mencapai angka Rp 23,4 Miliar.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diterima Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), piutang itu berasal dari sektor perhotelan Rp344 juta, restoran Rp 539 juta, hiburan Rp 72 juta, reklame Rp 469 juta, parkir Rp59 juta, BPHTB Rp2,1 miliar dan air tanah 135juta.
Dinas Pendapatan Daerah juga harus berkoordinasi dengan dinas-dinas yang mengeluarkan izin usaha.Kedepan, untuk menghindari hal itu terulang, sebelum pengusaha menjalankan izin usahanya terlebih dahulu membayar pajak.
3. Kasus Pajak Asian Agri
Asian Agri Group diultimatum Kejaksaan Agung untuk segera melunasi denda kepada negara sebesar Rp 2,5 triliun lebih. Dirjen Pajak Kemenkeu Fuad Rahmany menyebut penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri sebagai kejahatan terstruktur.
Fuad menjelaskan, kasus Asian Agri dimulai dari temuan Ditjen Pajak pada tahun 2007. Setelah temuan itu, Ditjen Pajak melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung dan saling melengkapi berkas sehingga dapat ditempuh langkah penuntutan.
Canggihnya kejahatan penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri terlihat dari keberadaan tim khusus di perusahaan kelapa sawit tersebut yang bertugas merekayasa angka pajak perusahaan.
Ahli hukum pidana, Prof Prof Romli Atmasasmita, mengapresiasi pola penegakan hukum yang dilakukan Dirjen Pajak bekerjasama dengan Kejagung dan Kementerian BUMN. Kementerian BUMN diminta Kejagung untuk melakukan pendampingan penyitaan Asian Agri, agar perusahaan kelapa sawit papan atas itu tetap dapat berlangung meski disita negara.
4. Kasus Wilmar Group
Nama Wilmar Group identik sebagai juragan kepala sawit dan produk turunannya di Indonesia. Sang pendirinya, Martua Sitorus, pun menjadi kaya-raya dari roda usaha 67 perusahaan yang bernaung di bawahnya. Martua tercatat sebagai orang terkaya nomor tujuh di Indonesia menurut majalah Forbes, dengan kekayaan US$ 2 milyar atausekitar Rp 22 trilyun.
Namun nama besar Wilmar Group itu belakangan tercoreng oleh laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Panitia Kerja (Panja) Mafia Perpajakan Komisi III DPR.
Ketua Panja Mafia Perpajakan, Tjatur Sapto Edy, menjelaskan bahwa pihaknya memang meminta PPATK untuk menelusuri transaksi-transaksi di bidang perpajakan yang mencurigakan, termasuk di dalamnya transaksi pajak Wilmar.
Menurut PPATK terdapat ekspor barang yang tidak didukung dokumen valid sekitar Rp 6 trilyun. Selain itu ada pula kejanggalan penyimpanan uang restitusi pajak Wilmar periode 2009-2010. Nilainya Rp 3,5 trilyun, yang dimasukkan ke rekening pinjaman. Seharusnya, restitusi itu dipakai untuk pembayaran. Atas dua temuan itu, PPATK memperkirakan kerugian negara sebesar Rp 600 milyar dan Rp 3,5 trilyun.
Temuan baru PPATK itu menjadi bukti anyar adanya dugaan permainan pajak oleh WNI dan MNA yang sebelumnya diungkap Mohammad Isnaeni, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Besar Dua. Isnaeni mengirim surat bersifat rahasia kepada Direktur Jenderal Pajak tentang kejanggalan pajak WNI dan MNA.
Kasus dugaan permainan pajak Wilmar itu juga sudah sampai ke meja Andi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung. Bersama tim, Andi menelisik dugaan tindak pidana perpajakan itu.
Dari hasil pemeriksaan, tak ditemukan adanya unsur pidana, sehingga pada pertengahan tahun ini, Gedung Bundar mengembalikan berkas dugaan permainan pajak Wilmar itu ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
Pengembalian kasus pajak Wilmar ke Ditjen Pajak itu diiringi isu tak sedap yang memapar Gedung Bundar. Andi Nirwanto diisukan menerima suap Rp 80 milyar dari Wilmar. Jaksa Agung Basrief Arif pun melansir janji untuk memeriksa Jampidsus terkait isu suap tersebut. Dari hasil pemeriksaan internal yang dilakukan, Basrief memastikan tak ada suap untuk Andi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar